HINGGA hari ke-4 bencana gempabumi Italia tengah M=6.2, jumlah korban meninggal terus bertambah. Hingga Sabtu pagi (27/8/2016) dilaporkan korban meninggal mencapai 267 orang dan korban luka-luka sebanyak 365 orang.
Beberapa warga melontarkan pertanyaan kepada BMKG mengapa gempa Italia yang kekuatannya relatif kecil hanya M=6,2 tetapi dapat menelan korban jiwa sangat besar.
Pertanyaan ini dapat dapat dijawab dan dijelaskan sebagai berikut. Jika ditinjau lebih jauh peristiwa gempabumi Italia yang terjadi, sebenarnya ada beberapa faktor penyebab mengapa gempabumi Italia tengah menelan korban jiwa sangat besar.
Beberapa faktor penyebabnya diantaranya adalah:
1. Waktu kejadian gempa. Waktu gempa menjadi faktor penentu jumlah korban gempa. Gempa yang terjadi malam hari akan menelan korban lebih besar, jika dibandingkan dengan gempa yang terjadi siang hari saat warga berada di luar rumah. Gempa Italia yang terjadi pukul 03.36 pagi waktu setempat, menunjukkan bahwa saat kejadian bencana seluruh warga sedang tertidur lelap di dalam rumah. Sehingga saat rumah-rumah mereka roboh akibat gempa maka timbul korban jiwa sangat besar.
2. Kedalaman hiposenter. Semakin dangkal hiposenter gempa maka akan semakin berpotensi merusak. Kondisi tektonik yang kompleks di Italia tengah menyebabkan banyak sesar aktif di daratan. Gempa Italia tengah dengan kedalaman hiposenter sangat dangkal hanya 10 kilometer menjadi sangat merusak, karena percepatan getaran tanah di permukaan tanah masih sangat besar dan belum banyak mengalami perlemahan. Selain itu karena kondisi tanah setempat terkadang kurang mendukung maka hal ini dapat memperbesar efek gempabumi berupa kerusakan bangunan.
3. Pemukiman padat. Tingkat kepadatan penduduk menjadi faktor penyebab tingginya jumlah korban. Sebesar apapun kekuatan gempa jika terjadi di daerah tidak berpenghuni maka tidak akan timbul korban jiwa. Tetapi gempa dangkal Italia tengah meskipun kekuatannya relatif kecil M=6,2 karena terjadi di wilayah permukiman padat seperti kota Umbria, Lazio, Amatrice, dan Marche, maka berpotensi menelan korban jiwa sangat besar.
4. Kualitas bangunan. Kualitas bangunan juga menentukan tingkat kerusakan. Bangunan tembok sederhana tanpa besi tulangan mudah rusak diguncang gempa. Beberapa laporan menunjukkan bahwa banyak bangunan rumah di Italia tengah ternyata tidak memiliki standar bangunan yang aman gempabumi. Di sana banyak bangunan tua “unreinforced masonry building” yaitu bangunan batu bata sederhana tanpa besi tulangan yang mudah rusak atau rubuh saat diguncang gempa kuat.
5. Kondisi topografi. Efek topografi saat gempabumi juga menjadi faktor yang dapat memperbesar efek gempa. Semakin tinggi tempat di perbukitan akan memicu tingginya percepatan getaran tanah. Kerusakan akibat efek topografi terjadi karena amplifikasi horizontal lebih besar daripada vertikalnya. Dalam hal ini semakin curam lereng perbukitan, makin besar amplifikasinya. Zona gempa Italia tengah terletak di jalur Pegunungan Apennines. Gempa yang terjadi dapat memicu terjadinya efek topografi karena wilayahnya merupakan kawasan perbukitan.
Sebagai pembelajaran untuk kita di Indonesia, maka kita patut waspada untuk kota-kota yang terletak dekat sesar aktif, seperti Sukabumi, Bandung, Yogyakarta, Lampung, Bengkulu, Solok, Padang, Bukit Tinggi, Tarutung, Banda Aceh, Palu, Gorontalo, Sorong, Manokwari, Nabire, Alor, dan tempat lainnya. Reaktivasi sesar aktif yang kemudian memicu terjadinya gempa dangkal dapat terjadi sewaktu-waktu.
Untuk itu masyarakat dihimbau agar membangun rumah tahan gempabumi dengan kualitas tembok yang baik dan besi tulangan yang kuat. Bagi warga yang belum mampu, disarankan untuk membangun rumah dari bahan kayu atau bambu yang didisain menarik. Selanjutnya instansi terkait perlu melakukan sosialisasi pemahaman terkait kiat-kiat praktis dalam menghadapi gempabumi agar masyarakat di daerah rawan lebih memahami konsep penyelamatan diri saat terjadi gempabumi.***
Dr. DARYONO, S.Si.,M.Si.
Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG
Twitter @infoBMKG