Kalau kita lihat perbandingan angka kesembuhan pasien COVID-19 di Indonesia dengan kesembuhan secara global, jumlah kesembuhan di Indonesia lebih tinggi. Hal tersebut dikatakan Menteri Kesehatan RI dr. Terawan Agus Putranto saat menghadiri HUT Golkar ke-56 di Jakarta.
Sampai 19 Oktober 2020, secara global dilaporkan kasus COVID-19 sebanyak 39.688.941, meninggal 1.110.271. Indonesia ada di peringkat 19 kasus terbanyak yakni 365.240 kasus di 34 provinsi 501 kabupaten/kota.
“Kalau kita lihat dibandingkan dengan dunia, maka kita sudah melihat bahwa angka kesembuhan pasien COVID-19 di Indonesia lebih tinggi dari angka kesembuhan global,” katanya.
Angka kesembuhan Indonesia tercatat 79,19% diatas angka kesembuhan global 69,97%, namun di sisi lain angka kematian (case fatality rate) Indonesia meskipun turun dibanding sebelumnya, yakni 3,45% dari sebelumnya 3,54%, angka tersebut masih tetap di atas rata-rata kematian global sebesar 2,8%.
Menkes Terawan menilai kecenderungan penurunan angka case fatality rate akibat COVID-19 di Indonesia merupakan sebuah harapan positif dalam mengatasi masalah pandemi tersebut.
“Kita bisa melihat ada harapan positif dari angka kesembuhan terus meningkat yang mencapai di atas 79% dan kecenderungan angka kematian (case fatality rate) yang terus menurun,” ucap Terawan.
Peningkatan angka kesembuhan dan penurunan angka case fatality rate tidak lepas dari strategi penanganan COVID-19 yang dilakukan. Strategi penanganan COVID-19 di Indonesia, lanjut Terawan, tidak berbeda dengan strategi yang dilakukan dunia yakni Detect, Prevent, dan Response.
Strategi tersebut mengacu pada aturan yang sudah dilaksanakan dan diamanatkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
“Detect kita lihat mulai dari tindakan cegah tanggap di pintu masuk negara, kita juga menyiapkan laboratorium, RS rujukan, hingga pemberdayaan masyarakat. Prevent atau pencegahan mulai dari 3M yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Sementara untuk Response itu terkait tata laksana penanganan kasus, penulusuran kontak, peningkatan komunikasi risiko,” jelas Terawan.
sumber : http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/