Kluster Keluarga Menjadi Faktor Resiko Peningkatan Kasus di Kota Bogor, Diharapkan Masyarakat Isolasi Mandiri di Fasilitas yang Disediakan Pemerintah Daerah

400

Kluster Keluarga Menjadi Faktor Resiko Peningkatan Kasus di Kota Bogor, Diharapkan Masyarakat Isolasi Mandiri di Fasilitas yang Disediakan Pemerintah Daerah

Tim task force Provinsi Jawa Barat kembali mengunjungi Kota Bogor. Dipimpin Staf Khusus Menteri Bidang Hukum Kesehatan Kuwat Sri Hudoyo, kehadiran tim Task force bertujuan melihat perkembangan penanganan COVID-19 sekaligus sebagai bentuk evaluasi kunjungan sebelumnya. Tim didampingi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Syarifah Sofiah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, Sri Nowo Retno di Kantor Dinas Kesehatan Kota Bogor (7/10).

Diketahui bahwa Kota Bogor menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan Komunitas (PSBMK) untuk penanganan COVID-19. Kebijakan lokal dari Pemda ini diharapkan tepat untuk menurunkan kasus baru, karena skala mikro melihat pergerakan pasien positif dalam skala kecil sehingga penerapanmnya diharapkan betul betul tepat sasaran.

Melihat trend kasus mingguan per tanggal 28 September – 4 Oktober di Kota Bogor, kasus baru minggu ini adalah 179 kasus, meningkat 15% dibanding minggu lalu yang berjumlah 155 kasus dengan angka kesembuhan turun dari 70,1% menjadi 68,4% dan angka kematian menurun dari 3,8% menjadi 3,6% penambahan kasus ini didominasi usia dewasa produktif 20-49 tahun (59,5%) dan usia Resiko Tinggi lansia dan pralansia >50 tahun ke atas (27,5%). Total dari kasus baru mencapai 1.349 kasus.

Data per tanggal 4 Oktober 2020 bahwa kasus kematian COVID-19 paling tinggi berada diusia 50 – 59 tahun mencapai 31% sedangkan data kematian dengan komorbid yaitu Jantung 37% ; Diabetes Melitus 37%; Hipertensi 32%; Bronkopneumonia 11% dan Stroke 5%.

Hasil dari data tersebut diketahui aktivitas kasus positif anak, lansia dan pralansia >50 tahun yaitu tidak keluar rumah dengan persentase anak 88% dan Lansia, Pra lansia 49% sisanya karna aktivitas keluar kota, kegiatan keagamaan, kontak erat dari teman sekerja, tempat umum dan transportasi umum dan lainnya. Data kluster rumah tangga menjadi faktor resiko utama dan mengalami kenaikan kasus di Kota Bogor per 4 Oktober 2020 mencapai 625 kasus (46%), luar kota bogor 363 kasus (26,7%) dan non kluster 179 (13,2%).

“Berdiam diri di rumah tidak memberikan kepastian tidak terkena COVID-19, sepanjang salah satu anggota masih keluar rumah atau menerima tamu dan tidak menerapkan protokol kesehatan maka masih ada kemungkinan terkena (COVID-19) dan menyebar di keluarga. Kluster keluarga ini dikhawatirkan menjadi semakin besar. Dengan isolasi di fasilitas Pemerintah bisa menjadi solusi karena protokol kesehatan didalam rumah sulit diterapkan semua keluarga, selain itu isman dirumah harus ada yang mengawasi karna tidak semua paham mengenai COVID-19 ini” ujar Kuwat.

Kuwat menyampaikan bahwa sistem penanganan COVID-19 di wilayah lain dapat meniru dari model kota bogor, karena sistem dari pelaporan harian maupun mingguan mendetail sehingga kebijakan yang diambil tepat dan akurat untuk menurunkan kasus.

Saat ini kesiapan RS ataupun Non RS dalam penanganan pasien COVID-19 memiliki kapasitas 341 TT sudah terisi 181 TT di 21 RS dan 122 TT di Non RS/BNN Lido sudah terisi 20 TT. Sebanyak 16.353 telah dilakukan tes PCR di Kota Bogor.

“Kami mempunyai target tes PCR 1000/minggu dengan prioritas kontak erat,pasien RS atau Puskesmas, perkantoran, pertokoan, massal, tenaga kesehatan dan non tenaga kesehatan” jelas Sri.

Langkah yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor dalam menurunkan kasus kluster keluarga melalui:
1) Mendorong pasien konfirmasi positif tanpa gejala/ gejala ringan untuk di isolasi di Pusat Isolasi Non Fasyankes dan saat ini sedang proses pengajuan Hotel sebagai tempat isolasi dengan skema pembiayaan dari pusat ( BNPB) dengan kapasitas 300 kamar;
2) Mengaktifkan tim pantau detektif COVID-19 di RW siaga untuk memantau pasien yang isolasi mandiri di rumah agar benar-benar disiplin dan tidak beraktivitas di luar rumah serta memantau perkembangan kondisi klinisnya setiap hari;
3) Bagi anggota keluarga yg bekerja di luar rumh/luar kota pastikan sepulang kerja untuk segera membersihkan diri, mandi dan mendesinfeksi barang yang dibawa (tas, hp) baru berinteraksi dengan anggota keluarga lain;
4) RW siaga mendata dan memantau anggota warganya yang bekerja diluar Kota Bogor;
5) RW siaga mendata warganya yang akan bepergian ke luar kota dan Bagi warga yang baru saja pulang bepergian dari luar kota agar melapor ke RW siaga dan melakukan karantina mandiri selama 14 hari.

Diharapkan agar masyarakat dapat menggunakan isolasi mandiri yang disediakan Pemerintah agar penularan dalam Rumah Tangga ini tidak semakin banyak dan tentunya dapat tertangani dengan tepat oleh tenaga kesehatan yang sudah disiapkan.

Kunjungan ke RSUD Kota Bogor

Setelah melakukan evaluasi di Kantor Dinas Kesehatan Kota Bogor, tim task force melanjutkan kunjungan ke RSUD Kota Bogor yang menjadi RS Rujukan untuk pasien COVID-19. Tim diterima oleh Direktur RSUD Kota Bogor Ilham Chaidir dan Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Bogor Erna Nuraena.

Kunjungan ini dimaksudkan untuk monitoring dengan fokus pada 3 kunci yaitu penurunan kasus baru, penurunan jumlah kematian dan peningkatan kesembuhan. Selain itu juga melihat kesiapan dari RSUD Kota Bogor dalam penanganan COVID-19.

RSUD Kota Bogor menyediakan 114 TT, dengan proyeksi penambahan untuk kondisi intensif yang membutuhkan ICU dan ruang COVID-19 anak, Saat ini tersedia 96 TT dewasa, 18 TT anak, 1 NICU, 3 Neonatus dan 6 ICU.

 

sumber : http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/