Bali Agenda For Resilince Berkelanjutan, 7 Rekomendasi GPDRR Bali

1,255

Bali Agenda for Resilince,  hasil GPDRR Bali

Pertemuan Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) diakhiri dengan hasil Bali Agenda for Resilience menuju resilensi berkelanjutan.

Dengan rekomendasi inti adalah untuk menerapkan pendekatan "Berpikir tentang Ketahanan" untuk semua investasi dan pengambilan keputusan, mengintegrasikan upaya pengurangan risiko bencana dengan seluruh pemerintah dan seluruh masyarakat, Sehingga melahirkan tujuh rekomendasi agenda Bali untuk resiliensi bencana. Rekomendasi tersebut lahir melalui sejumlah pertemuan-pertemuan yang mempertemukan antara seluruh delegasi dari berbagai belahan negara di dunia.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana menutup pertemuan secara resmi dan menyampaikan 7 rekomemdasi hasil pertemuan.

Rekomendasi pertama, adalah pengurangan resiko bencana perlu diintegrasikan pada kebijakan-kebijakan utama pembangunan, pembiayaan, legislasi, dan rencana pencapaian pasca agenda 2030. Platform global menyerukan transformasi mekanisme tata kelola risiko untuk memastikan pengelolaan risiko merupakan tanggung jawab bersama lintas sektor, sistem, skala dan batas. Sejumlah contoh menunjukkan bahwa bekerja secara horizontal dan vertikal dapat membantu pemerintah untuk memecahkan masalah kesenjangan dan kelembagaan ego sectoral.

Kedua, perubahan sistemik yang dapat memperhitungkan kerugian yang sesungguhnya dari bencana dan kerugian dari ketiadaan aksi, serta membandingkannya dengan investasi. Dalam pengurangan risiko bencana. Contoh baik dari komitmen politik yang ditunjukkan dalam bentuk target anggaran yang disahkan dan mekanisme pelacakan untuk pengurangan risiko bencana bermunculan, yang harus dipromosikan dan direplikasi. Lebih lanjut bahwa strategi pembiayaan pengurangan risiko bencana dapat mengarahkan dan memprioritaskan investasi dan harus dimasukkan dalam kerangka pembiayaan nasional yang terintegrasi.

Ketiga, platform global yang diselenggarakan antara COP 26 dan 27 beberapa waktu lalu, mencermati tingkat emisi saat ini jauh melebihi upaya mitigasi. Mengakibatkan frekuensi dan intensitas kejadian bencana dan mengancam pencapaian agenda 2030. Platform global meminta para pemerintah untuk menghormati komitmen yang dibuat di Glasgow untuk secara drastis meningkatkan pembiayaan dan dukungan untuk adaptasi dan resiliensi.

Keempat, bencana memberikan dampak berbeda kepada setiap orang dengan menerapkan pendekatan partisipatif dan berbasis HAM, untuk memasukkan semua sesuai prinsip "tidak ada apa-apa tentang kita, tanpa kita" dalam perencanaan pengurangan risiko bencana dan implementasinya pada masyarakat yang berisiko. Investasi pada generasi muda dan profesional muda harus ditingkatkan untuk merangsang inovasi dan solusi kreatif. " Harus ada komitmen ulang terhadap keterlibatan masyarakat dan pengurangan risiko bencana yang digerakkan oleh masyarakat serta mendukung struktur lokal yang ada dan membangun resiliensi.

Kelima, platform global memberikan rekomendasi yang dapat mendukung pelaksanaan seruan Sekretaris Jenderal PBB, untuk memastikan setiap orang di muka bumi dilindungi oleh sistem peringatan dini dalam jangka waktu 5 tahun kedepan. Respon terhadap seruan tersebut harus mempertimbangkan rantai nilai peringatan dini yang berpusat pada masyarakat secara menyeluruh dari ujung ke ujung, mulai dari penilaian risiko hingga infrastruktur dan menjangkau tujuan akhir. Pengembangan sistem peringatan dini multibahaya harus melibatkan masyarakat yang paling berisko dengan kapasitas kelembagaan keuangan dan sumberdaya manusia yang memadai untuk melakukan aksi berdasarkan peringatan dini. Ketersediaan dan kualitas data yang baik, sumber daya keuangan, tata kelola yang efektif dan mekanisme koordinasi yang lebih baik antar pemangku kepentingan akan memperkuat sistem peringatan dini multibahaya, khususnya di negara negara tertinggal, negara berkembang pulau kecil dan Afrika.

Keenam, potensi pembelajaran dan pandemi COVID-19 harus diterapkan sebelum jendela peluang tersebut tertutup. Pendekatan saat ini untuk pemulihan dan rekonstruksi tidak cukup dalam melindungi hasil pembangunan maupun dalam membangun kembali dengan lebih baik lebih hijau dan lebih adil. Kebutuhan untuk mendorong sistem manajemen risiko bencana yang adaptif, dan responsif dengan kolaborasi multi pemangku kepentingan disertai dengan empati, solidaritas, kerjasama dengan semangat kesukarelaan khususnya untuk mengatasi ketidakadilan.

Ketujuh, pelaporan yang komprehensif dan sistematis termasuk dalam terhadap semua target kerangka kerja Sendai. Negara-negara anggota akan membantu menarik rekomendasi yang jelas untuk kerangka Sendai untuk midterm riview kerangka sendai.