Semburan lumpur panas di lokasi pengeboran PT Sidoarjo Brantas tepatnya di desa Renokenongo kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo, belum dapat dihentikan. Derita penduduk disekitar lokasi juga belum berakhir, kini ancaman gangguan kesehatan yang lebih serius yang dapat menjurus kepada timbulnya krisis kesehatan mengancam didepan mata.
Pada kunjungan tim Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan ke pusat semburan Lumpur lapindo di desa Ketapang di Sidoarjo, Rabu (4/1/2012) yang lalu tidak terlihat gambaran polusi debu maupun bau gas methane. Namun informasi petugas puskesmas setempat, mengatakan bahwa tidak terciumnya gas methane serta tidak nampaknya debu disekitar gundukan lumpur adalah akibat curah hujan yang cukup timggi di sekitar daerah lumpur, yang mengakibatkan konsentrasi debu diudara agak berkurang, selain daripada itu kadar debu diudara sangat tergantung kepada besarnya semburan lumpur, yang kebetulan pada saat itu sedang menurun, serta kencang atau tidaknya aliran angina dilokasi.
Kepala BBTKL P2M Surabaya, H.Bambang Wahyudi, SKM, MM, menjelaskan bahwa sejak tahun 2007 sampai dengan 2010 setiap tahun BBTKL P2M telah melakukan pengujian kualitas udara di beberapa desa sekitar semburan Lumpur lapindo. Hasil pengujian menunjukkan, dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan kualitas konsentrasi udara didaerah tersebut. Pada pengambilan sampel di desa Mindi tahun 2007 tercatat konsentrasi debu rata-rata 0,191 µ/m, di desa Sering tahun 2008 rata-rata 0,365 µ/m3 di desa Glagah tahun 2009 rata-rata 0.943 µ/m3, dan tahun 2010 pengambilan sample di desa Siring Barat diperoleh konsentrasi debu rata-rata 0,439 µ/m3. Dari pengujian yang telah dilakukan ternyata konsentrasi debu rata-rata disemua daerah penelitian diatas ambang batas yang diperkenankan 0,26 µ/m3, sesuai Pergub No. 10 tahun 2009.
Lebih lanjut H.bambang Wahyudi mengatakan bahwa berdasarkan kajian potensi resiko kesehatan yang telah dilakukan, akibat tingginya konsentrasi debu tersebut, apabila tidak segera ditanagani dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan yang cukup serius bagi penduduk sekitar.
Hasil diskusi dengan Kepala Bidang P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, disampaikan bahwa selama ini permasalahan kesehatan bagi masyarakat disekitar lumpur Sidoarjo telah ditangani oleh Puskesmas setempat. Adapun upaya kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan akibat jebolnya tanggul lumpur Sidoarjo, Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo bersama-sama dengan tim PPKK Regional Jawa Timur telah menyusun rancangan "Rencana Kontijensi menghadapi bencana lumpur Sidoarjo". Rencana kontijensi adalah suatu rencana yang dibuat untuk mengantisipasi suatu kejadian bencana yang mungkin akan terjadi.
Dengan adanya rencana kontijensi khususnya jajaran kesehatan diharapkan lebih siap menghadapi permasalahan kesehatan yang timbul, apabila terjadi bencana seperti jebolnya tanggul pembatas, atau efek samping adanya polutan udara. Dengan telah disiapkannya rencana kontijensi , maka pada saat terjadi bencana rencana kontijensi tersebut dapat dipergunakan sebagai rencana operasi, sehingga penangulangan bencana yang terjadi dapat ditanggulangi dengan lebih efektif dan efisien oleh setiap institusi yang terlibat..
Rancangan rencana kontijensi yang telah dibuat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo dapat diperbaharui dan dikembangkan terus-menerus untuk menjamin sistem penanggulangan krisis kesehatan yang telah disepakati dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pengembangan dapat dilakukan dengan selalu memutakhirkan daftar inventarisasi sumberdaya yang ada dan melakukan ujicoba melalui kegiatan simulasi atau gladi.
Upaya kesiapsiagaan terhadap berbagai macam kemungkinan kejadian bencana yang dapat mengakibatkan krisis kesehatan harus menjadi komitmen bersama seluruh jajaran pemerintahan baik ditingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Dengan menitikberatkan pada upaya kesiapsiagaan diharapkan dampak krisis kesehatan akibat bencana dapat diminimalkan baik dampak sosial, kesehatan maupun dampak lain yang dapat menggangu proses pembangunan. (Mariyani, dr. Indro Murwoko).